Senin, 23 Juni 2008

MANUSIA BARU

Mereka yang malas mengharapkan zaman berubah. Merekalah yang rajin mengubah diri dan menyebabkan terjadinya perubahan pada zaman.
Dunia kita terbagi dalam dua kelompok besar ini. Pertama, kelompok yang malas dan mengharapkan perubahan. Kedua, kelompok yang rajin dan menyebabkan terjadinya perubahan. Celakanya, kelompok pertama selalu mayoritas. Dominasi mereka tidak pernah surut. Jumlah para pemalas selalu lebih banyak. Banyaknya jumlah pemalas itu telah mempengaruhi seluruh budaya kita, peradaban kita, agama dan kepercayaan kita. Lebih banyak di antara kita yang ’berharap’ daripada yang bekerja untuk mewujudkan harapan itu.
Para New-Agers adalah kelompok yang paling malas. Dari sebutan New-Agers itu sendiri kita bisa lihat bahwa mereka tergantung pada ’age’, pada zaman, pada masa, pada sesuatu yang baru, yang didatangkan oleh zaman baru. Mereka belum paham bahwa pembaharuan itu mesti terjadi dari diri sendiri. New-Age tidak berarti apa-apa, jika manusianya tidak menjadi "Neo", "Baru".
Harapan pada zaman baru adalah harapan pada perubahan yang terjadi di luar diri. Harapan ini tergantung pada sesuatu yang terjadi di luar kendali kita, maka harapan ini mencipatakan rasa takut baru-ketakutan bahwa harapan itu tak terpenuhi.
Perubahan bukanlah sesuatu yang pernah terjadi secara massal. Tidak pernah. Perubahan terjadi pada perorangan, secara pribadi. Kemudian, pribadi yang berubah itu membawa perubahan. Adalah kekeliruan jika kita berharap pada perubahan yang terjadi di luar.
Untuk membebaskan diri dari rasa takut pun, adalah salah jika kita berusaha untuk membereskan keadaan di luar. Keadaan di luar tidak pernah beres. Dulu ada penjahat, sekarang pun masih ada, padalah konon dulu manusia belum beragama, dan sekarang sudah. Buktinya apa? Fakta di lapangan menunjukkan apa? Justru agama pu dijadikan kedok untuk berbuat jahat.
Upaya kita untuk membereskan keadaan di luar persis seperti upaya seseorang untuk mempercantik dan mempermanis mimpinya. Sesungguhnya yang harus dilakukan adalah membereskan dari akarnya. Mungkinkah hal itu ? Dengan cara apa? Satu-satunya cara adalah dengan menerima mimpi sebagai mimpi. Jika rasa takut itu adalah sebuah emosi, terimalah emosi sebagai emosi. Ketahuilah bahwa emosi tidak pernah stabil. Rasa takut bukanlah sesuatu yang bersifat langgeng.
Bencana, musibah, aksi teror dan kejahatan, semuanya terjadi ketika kita tidak memahami emosi sebagai emosi, ketika kita menganggap emosi yang palsu itu sebagai sesutu yang riil; ketika kita mempercayai yang tidak riil itu.
Kenapa seorang anak manusia menjadi ’durjana’- manusia jahat, ’dur’ atau jauh dari kemanusiaan-sementara si Durjana itu pun menganggap dirinya sebagai pembela kemanusiaa, pembela agama, bahkan pembela Allah? Karena ia terpengaruh oleh kejahatan yang terjadi di luar. Ia melihat kejahatan itu sebagai sesuatu yang riil, mka ia pun menanggapinya dengan berbuat jahat, dengan merakit dan melempar bom dan dengan meracuni otak anak bangsa untuk ikut mendukung upayanya. Ia tidak sadar bahwa kejahatan yang terjadi di luar itu adalah karena ketidaksadaran, dan mesti dihadapi dengan kesadaran. Kejahatan tidak dapat diakhiri dengan kejahatan.
Ada kaum yang menghancurkan patung-patung Buddha, karena patung-patung yang tak berdaya itu dianggap momok, seolah dapat merusak dan menghancurkan agama serta kepercayaan mereka. Aneh, kan?!
Kaum Buddhis, yang patung-patungnya dihancurkan, biasa-biasa saja. Mereka sadar bahwa patung bukanlah Buddha. Patung hanyalah sarana untuk mengingatkan diri akan kebuddhaan setiap insan, termasuk kebuddhaan diri mereka yang merusak dan menghancurkan patung tersebut. Justru kaum yangkonon tidak "percaya" pada patung Buddha itu sesungguhnya mempercayai patung –patung itu. Karena merasa takut atas kehadiran patung-patung itu, mereka pun menghancurkannya.
Sebagian masyarakat menganggap tokok teroris sebagai pahlawan. Bagi saya, dia justru amat penakut. Pahlawan tidak melempar bom dan menyembunyikan tangan. Dia adalah seorang penakut sejati, dan mereka yang memujanya, memajang posternya, membela dan mendewakannya adalah para penakut pula.
Bush adalah seorang penakut. Ia tahu persis jika Manhattan mengalami black-out selama satu hari saja takhtanya akan guncang, maka ia merasa perlu menguasai sumur-sumur minyak di timur tengah. Kemudian, Bush bermitra dengan para penakut di Timur Tengah, para sultan yang tahu persis bahwa kerajaan mereka hanya akan bertahan dengan dukungan militer dari Barat.
Amerika takut jika iran memiliki nuklir. Kenapa? Karena mereka pernah menggunakan nuklir untuk menghancurkan Jepang. Mereka tahu persis seberapa dahsyatnya kekuatan Nuklir. Hingga hari ini, Amerika dan sekutunya adalah satu-satunya pengguna nuklir. Sudah pantas jika mereka takun akan nuklir.
Manusia "neo", manusia baru-bukan New-ager atau mereka yang mengharapkan zaman baru-berusaha untuk memahami ’rasa takut’. Apa yang menyebabkannya? Ia juga berusaha untuk memberdayakan dirinya, supaya tidak dihantui oleh rasa takut yang sesungguhnya sekedar emosi. Sudikah anda menemani dia dalam pencahariannya?

Tidak ada komentar: