Senin, 23 Juni 2008

FEAR (Dasar Kehidupan)

Seorang bijak menerjemahkan ketakutan atau dalam bahasa inggris, FEAR sebagai singkatan dari False Emotion Appearing Real-Emosi Palsu yang terkesan nyata.
Persis seperti ‘gelombang’ laut. Apakah gelombang laut itu dapat dipisahkan dari laut ? Apakah gelombang itu memiliki eksistensi di luar laut? Tidak. Sesungguhnya gelombang itu hanyalah sebuah sebutan. Gelombang itu tidak terpisah dari laut. Gelombang itu adalah laut. Sesungguhnya gelombang itu tidak ada; yang ada hanyalah laut. Kendati demikian, kita memperoleh kesan seolah gelombang itu ada.
Air laut yang pasang memberi kesan seolah gelombang itu terpisah darinya. Surutnya air laut menyirnakan kesan itu. Inilah basis kehidupan: rasa takut yang sesungguhnya tidak ada memberi kesan seolah ada. Tidak ada yang perlu ditakuti, karena apa yang mesti terjadi sudah pasti terjadi. Kendati demikian, manusia tetap takut.
Lantas, apakah pemahaman atau penjelasan seperti ini tidak cukup untuk membebaskan manusia dari rasa takut? Tidak. Kenapa?karena ‘akibat’ dari rasa takut itu nyata. Akibat yang sudah terlanjur membawa bencana itu nyata.
Mereka yang takut menghadapi hidup berusaha untuk mengakhiri hidup mereka, padahal tanpa diakhiri pun hidup sudah pasti berakhir. Kenapa bersusah payah untuk melakukan sesuatu yang sesungguhnya tidak perlu dilakukan? Sesungguhnya tidak perlu. Maut adalah kepastian; bahkan satu-satunya kepastian dalam hidup ini. Anda tidak perlu mengundangnya. Ia tidak membutuhkan undangan anda. Ia tetap datang pada saatnya. Ia bertindak sesuai dengan jadwal dan agendanya sendiri.
Ada yang takut mati, ada yang takut hidup. Yang takut mati berusaha untuk menghindarinya, tapi sia-sia saja. Yang takut hidup berusaha untuk mengakhiri hidupnya, padahal kehidupan adalah energi, dan energi tidak dapat diakhiri. Energi tidak mengenal kematian. Energi bersifat abadi.
Kematian tidak mengakhiri kehidupan. Kematian hanyalah ujung lain dari kelahiran, dan kedua-duanya berada dalam lingkaran kehidupan yang utuh, dan berputar terus tanpa henti!
"baik,baik,baik," kata seorang kawan. ’Cukup sudah kau berfalsafah. Aku memahami semuanya itu, tetapi tetap saja tidak terbebaskan dari rasa takut. Apa yang kualami ini riil..
Dia betul. Rasa takut, walau disebut ’palsu’, tatap juga te-‘rasa’-kan. Walau dianggap sebagai emosi yang selalu naik turun, mundur-maju, pasan-surut, kita tetap juga hanyut dalam emosi tersebut. Dan, ketika itu terjadi, terlupakanlah petuah para bijak ‘ini pun akan berlalu’. Kita terbawa oleh emosi yang walau ‘terbit’ untuk sesaat saja.

Tidak ada komentar: