Selasa, 05 Januari 2010

Segila Sarmad


Sarmad adalah seorang muslim sejati....Sarmad melihat wajah Allah di mana-mana. Dia merasakan kekuasaannya di mana-mana- di barat dan di timur:

Mengapa kau mencari-Nya di masjid
dan mengapa pula mencarinya di gereja?
Perhatikan Keberadaan di sekitarmu,
bukankah Dia berada dimana-mana?


"Para ulama berang,gusar dan marah besar. Lebih-lebih ketika dia menerjemahkan Bhagavad Gita dan Upanishad dalam bahasa Persia. 'apa-apaan nih?'-pikir mereka, 'mengaku dirinya Muslim, tapi menerjemahkan buku orang orang kafir....Dasar orang Yahudi!'

"Sarmad memang orang Yahudi yang bermukim di Iran. Dia juga pernah mendalami ajaran Yesus. Dan terakhir , dia memeluk agama Islam. Wawasannya sungguh luas.

"Dara Shikoh, putra mahkota yang sudah dinobatkan sebagai pengganti Sultan SHah Jahan, menganggapnya sebagai wali, sebagai guru. Sementara mereka yang hanya menyentuh kulit agama mencapnya sebagai murtad.

"Bagi mereka yang 'belum bisa' merasakan Keberadaan Tuhan dimana-mana, Sarmad memang murtad, kafir, munafik....Keberadaan Sarmad dianggap sebagai ancaman terhadap agama. Bahkan bukan hanya sarmad, tetapi setiap orang yang dekat dengan dia. Termasuk Dara Shikoh- the king to be!

"Dan mereka bersatu untuk melawan ancaman itu. Aurangzeb, adik kandung Dara Shikoh dijadikan bidak dalam permainan catur. 'Untuk melindungi agama, wahai Aurangzeb bangkitlah. Penjarakan ayahmu. Bunuhlah saudara-saudaramu. Kuasailah Kesultanan India, karena jika kakakmu yang berkuasa, agama kita akan lenyap dari muka bumi Hindustan.'

"Aurangzeb yang memang gila kekuasaan dan ingin menjadi pengganti ayahnya merasa memperoleh dukungan. Dan kudeta berdarah pun tidak terelakkan lagi. Dia tidak hanya membunuh Dara Shikoh dan memenjarakan ayahnya, tetapi juga membunuh saudara-saudaranya yang lain. Dengan percikan darah yang menodai bajunya, Aurangzeb naik takhta. Para elite politik dan elite agama yang menganggap diri sebagai wakil Tuhan di atas bumi membenarkan tindakannya atas nama Tuhan dan agama!

"Sekarang, tinggal Sarmad...Dan Sarmad memenuhi syarat untuk dijatuhi hukuman mati berdasarkan hukum agama. Pergaulannya, pemahamannya semuanya keliru. Setidaknya demikian di mata para 'ahli' hukum agama.

"Sementara, Sarmad pun semakin menjadi-jadi. Pada suatu hari, dia menanggalkan pakaian dan mengelilingi kota Delhi tanpa busana:

Yang kucari hanyalah Dia-sang Kekasih....
Lalu untuk apa benang suci dan tasbih?
Untuk apa pula baju yang menutupi diriku?
Cukup sudah beban baju yang kupikul selama ini...


"Sungguh edan! para ahli kitab menganggap ulahnya yang terakhir sebagai pelanggaran hukum agama yang tidak bisa dimaafkan. Apa lagi dia meremehkan simbol-simbol keagamaan. Benang suci yang dipakai oleh orang Hindu dan dianggap sebagai pertanda kehinduan mereka disebut tidak berguna. Tasbih yang selalu di tangan para ulama dan digunakan untuk zikir dianggap tidak perlu.

"Sarmad telah melanggar hukum agama dengan berjalan-jalan di tempat umum tanpa busana. Dia juga meremehkan simbol-simbol keagamaan'. Dua tuduhan itu sudah cukup untuk menahan dia. Ketika ditanya oleh Auarangzeb,apa tujuan dia menanggalkan pakaian, Sarmad menjawab :

Dia yang memberi kamu Mahkota
Dia pula yang membuat aku gila cinta..
Dia memberi kamu jubah untuk menutupi dosa,
Dia pula yang membiarkan aku tak berbusana....


Aurangzeb marah besar. Baginya Sarmad sudah keterlaluan. Sultan Aurangzeb benar-benar tersinggung disebut berdosa, sehingga harus menutupi diri dengan busana. Karena itu, keputusan pun tak tertunda: Sarmad dijatuhi hukuman mati. Dasar gila, Sarmad malah menyanyi girang mendengan putusan itu :

Maha pemurah Allah
yang memerintahkan penggal kepala ini...
Demikian cara-Nya mengobati
pusing berat deritaku selama ini....

Kisah cinta Mansur sudah kuno
sudah terlupakan....
Dia memperbaharuinya lagi
Dengan menjatuhkan hukuman...


"Maut datang, kita lari menghindarinya, tetapi Sarmad malah menjemputnya. Berjalan santai menuju alun-alun di mana kepalanya akan di penggal, Sarmad masih bisa melanjutkan nyanyiannya. Nyanyian seorang gila, gila cinta, gila Allah....

Saksikan dari teras Rumah-Mu,
wahai Kekasihku...
Bagaimana dunia-Mu menghukum
mereka yang mengasihimu...


"Sesaat lagi kepalanya akan dipenggal, tetapi Sarmad masih tetap tenang. Masih bisa bersyair:

Demi cinta, 'aku' memang harus lenyap....
Kini terlihat hanya WajahMu....
Terima persembahan kepala ini,
dan biarkan aku memelukmu
O Kekasihku....


"Sungguh gila, sungguh edan...Para pencinta Allah memang demikian semuanya. Semoga kegilaan mereka menular kepada kita....Betapa indah bila kita jadi gila."

(Dikutip dari Shangrila, Mencecap Sorga di Dunia oleh Anand Krishna (hal 123-128).

Tidak ada komentar: