Kamis, 17 Desember 2009

Apakah salah saya Menyembah berhala...Tuhan Meliputi semua ini.... (Part 1)


Udhava, adalah seorang sahabat Krishna, menganggap diri seorang Gyaani, seseorang yang sudah berkesadaran. Berpengetahuan tinggi, sejati dan berpengalaman pribadi. Udhava sudah bisa melihat kebenaran di balik wujud Krishna. Dia tidak lagi terikat
dengan wujud dan sifat, dengan rupa dan nama. Yang penting baginya adalah zat ilahi.
Melihat para Gopi di Brindavan menangisi Krishna, karena terpisah dari wujud sang Avatar, dia merasa kasihan. Dia menegur mereka, "Sadarkah kalian bahwa Krishna adalah Avatar, Penjelmaan Ilahi (Walau berasal dari Bahasa Lain, istilah Allah dan Ilahi sudah digunakan dalam bahasa Indonesia sehari-hari, sudah menjadi istilah Indonesia, sebagaimana surga dan neraka, itu sebab saya menggunakannya penggunaan ini tidak berurusan sama sekali dengan doktrin, akidah atau dogma salah satu agama. Sementara, konsep pemujaan Ilahi atau Divine Incarnation adalah konsep yang bisa saja tidak diterima oleh tradisi tertentu, tetapi diterima oleh tradisi-tradisi lain.

"Sadarkah kalian bahwa Krishna adalah Avatar? Penjelmaan Ilahi ? Lalu apa yang kalian tangisi? berusahalah untuk melihat yang ada di balik wujud dia dan wujud setiap mahluk. Berusahalah untuk melihat Kebenaran Sejati itu, Kebenaran yang ada di mana-mana. Disini, disana...."
Para Gopi seolah tidak memahami maksud Udhava. Mereka malah mengerumuni dia, "katakan Udhava, apa kabar Sri Krishna? Apakah dia pun merindukan kami? Merindukan lorong-lorong sempit Vrindavan, tepi sungai Yamuna dan sapi-sapi yang ditinggalkannya?"

Udhava belum sempat jawab, dan datanglah kelompok lain yang langsung mengeluh, "Udhava, Sri Krishna sungguh seorang penipu. Berjanji akan kembali dalam dua hari, tapi sudah bertahun-tahun, dia tidak pernah kembali."

Keluhan mereka memang pada tempatnya. Ketika meninggalkan Vrindavan, Krishna betul berjanji, "pagi ini saya berangkat. Siang nanti juga sampai di Mathura. Besok seharian disana. Lusa, kembali ke sini lagi."

Saat itu, Krishna baru berusia belasan tahun, dia diundang oleh Paman Kamsa untuk menghadiri pesta raya di Mathura. Sang paman sesungguhnya ingin membunuhnya.
Firasat para Gopi sangat kuat, "tidak Krishna kamu hanya membohongi kami. Kamu tidak akan kembali. Setelah membunuh Kamsa dan membebaskan kedua orangtuamu, kamu pasti ikut mereka."

Krishna berjanji, "ikut siapa" Betul, mereka orangtuaku. But, I belong to this place. Ayah Nanda dan Ibu Yashoda yang memeliharaku selama ini juga orangtuaku. Kalian semua pun disini. Aku mau ke mana? tidak, aku tidak akan ke mana-mana.
"Pagi ini aku berangkat. Siang nanti juga sampai di Mathura. Besok seharian di sana. Lusa, kembali ke sini lagi."

Sebuah janji yang tidak pernah ditepati. Dan percaya atau tidak, sampai hari ini warga Vrindavan tidak pernah menggunakan istilah "lusa". Lima ribu tahun berlalu sudah, warga Vrindavan masih menagih janji sang Avatar. Mereka masih menunggu "lusa". Masih menunggu Kedatangan Sri Krishna.

Matematika mereka sederhana sekali. Krishna belum datang. Berarti lusa belum datang.
Bagaimana menyadarkan orang-orang seperti itu? Udhava bingung. Dan makin yakin bahwa para Gopi masih berkesadaran rendah sekali. Masih berkesadaran lahiriah. Belum bisa melampaui wujud dan sosok Sri Krishna.

Bagi seorang Udhava, patung dan wujud seorang Avatar-kedua-duanya-adalah berhala yang harus, dilampaui, dilewati.
Dia mendesak para Gopi untuk melihat kebenaran dari sisi yang satu itu, "kalian tidak bisa melihat kebenaran di balik wujud" tidak bisa merasakan kebenaran yang satu itu"

Kebenaran apa yang kau bicarakan, Udhava?" para Gopi bertanya kembali. "Kebenaran apa yang harus kami rasakan? Krishna adalah kebenaran hidup kami. Apa pula maksudmu dengan kebenaran di balik wujud?

"Udhava, kami sudah tidak dapat berpikir lagi. Tidak dapat merasakan sesuatu lagi. Yang terpikir dan terasa hanyalah Krishna, Krishna, Krishna...."
"Udhava baru menyadari kesalahannya. Dia salah menilai kesadaran para Gopi. Untuk mencapai kesadaran kasih, memang segala sesuatu di luar kasih harus "dilepaskan". Dan Udhava masih berada pada tingkat "pelepasan" itu.

Sebaliknya, para Gopi telah mencapai kesadaran kasih. Sudah tidak perlu melepaskan apa-apa lagi. Karena memang tidak ada yang bisa dilepaskan. Tidak ada yang bisa melepaskan. Bagi para Gopi, yang ada hanyalah KASIH, KASIH , KASIH...
Narada sedang bicara tentang kasih para Gopi. Itu sebabnya dia menempatkannya di atas perbuatan baik, pengetahuan sejati dan bahkan kesadaran itu sendiri.
Sesungguhnya , apa yang disadari Udhava itu disadari pula oleh para Gopi. Mereka merasakan pula kemahaadaan-Nya. But, what about the body? bagaimana dengan badan ini? kita masih berbadan. Anda dan saya masih berbadan. Sementara roh telah mengalami persatuan dan kesatuan rohani, bagaimana dengan badan?.........

(Disadur dari Narada Bhakti Sutra oleh Anand Krishna (2005))

Tidak ada komentar: