Selasa, 29 Juli 2008

Whahahahahaha....


Setelah lama vakum akhirnya saya bisa nulis lagi nih..kebetulan saya ingin sedikit cerita, atau cerita-cerita sedikit, (apa banyak ya?), tentang jalan-jalan saya mengunjungi kota Blitar nan indah hari minggu tanggal 27 juli 2008 kemarin..ini memang kunjungan jalan-jalan pertama kali saya ke kota Blitar, niat awalnya sih ngunjungi makam mbah buyut saya Proklamator RI Bung Karno, karena saya merupakan pengagum berat beliau, tapi berkembang menjadi kunjungan ke daerah2 wisata lainnya di Blitar n menyempatkan diri untuk bersembahyang di salah satu Pura yang ada di Kota ini.
Tidak seperti kota-kota lainnya, pertama kali memasuki kota ini ada perasaan sejuk dan damai di hati saya, tak tahu mengapa, hati saya langsung jatuh cinta dengan kota ini…(Wezz…) walaupun matahari bersinar agak panas, tapi desiran anginnya yang sejuk dan wajah-wajah penduduknya yang menyiratkan karakter yang ramah dan penuh senyum menambah cinta saya dengan kota ini (apalagi cewek2nya bro, wuih….), terasa beda ketika saya berkunjung ke kota-kota lain, seperti Pasuruan misalnya, atau sidoarjo apalagi Surabaya…kesejukan dan keramahan kota Blitar hanya bisa dikalahkan oleh kota Malang (hehehe…),.Tapi suasana yang benar-benar berbeda saya rasakan ketika sudah memasuki wilayah Kabupaten Blitar. Perjalanan dari kota Malang ke Blitar bisa ditempuh dalam waktu 2 jam saja, itupun merupakan perjalanan yang cukup menyenangkan karena lebih banyak melewati wilayah pedesaan dan persawahan, satu hal yang juga membuat heran adalah ternyata cewek-cewek disini cantik-cantik ya, atau Cuma kebetulan..? terutama di wilayah Blitar Selatan yaitu desa-desa seperti Wlingi dan Selopuro..waduh bisa tambah betah nih..hehehehe…
Sesampainya di Blitar pukul 08.30 pagi, saya langsung tancap gas menuju Komplek pemakaman mbah buyut saya Bung Karno, museum dan makam Bungkarno memang berada dalam satu kompleks, Selain makam bung karno, disini dimakamkan juga Ibunda dan Ayahanda Bung Karno, tapi saya sedikit lupa nama daerahnya apa ya…??, dus.. komples pemakaman ini merupakan daya tarik utama pariwisata di Kota Blitar…seperti pengunjung pada umumnya sebelum masuk, saya harus membayar tiket masuk sebesar 1500 rupiah dan membeli kembang setaman untuk nyekar seharga 2000 rupiah perbungkusnya, karena di kompleks ini ada 3 makam, yaitu makam Bung Karno, Makam Ibunda Bung Karno yaitu Ida Ayu Nyoman Rai, dan makam Ayahanda Bung Karno.. saya membeli tiga bungkus kembang supaya lebih afdol..
Hari itu pengunjung ramai sekali, oh..mungkin hari libur ya…begitu banyak pengunjung yang datang hanya untuk mendoakan Bung Karno, begitulah jasa-jasa beliau tidak akan pernah terlupakan sepanjang hayat, memang dari kecil saya memang punya obsesi suatu saat dapat mengunjungi makam Bung Karno, terutama ketika saya kecil saya sempat melihat foto bapak saya yang ketika itu duduk diam dekat makam bung karno, lalu dalam hati saya mengutarakan niat untuk suatu saat bisa seperti Bapak saya, yang duduk diam di dekat Makam Bung Karno, jadi cita-cita atau niat ini akhirnya kesampaian juga.. hehehe…Thx God..
Pengalaman di Pemakaman Bung Karno dan juga sejarahnya tidak akan saya uraikan panjang lebar di Blog ini, tapi yang akan saya uraikan adalah pengalaman saya setelah mengunjungi makam Bung Karno, yaitu mengunjungi Candi Penataran, yang terletak di Sebelah Utara Kota Blitar. Sebenarnya rencana awal saya sih hanya mengunjungi Pemakaman Bung Karno, tetapi teman baik saya yang asli Blitar yaitu Habib mengajak saya untuk mengunjungi juga candi Penataran, katanya sekalian sembahyang,..hehehe..(emangnya bisa sembahyang di Candi?)
Tanpa ragu-ragu lagi saya pun mengunjungi candi Penataran, Candi ini merupakan komplek Candi terluas di Jawa Timur, terletak di Sebelah Utara Blitar.. Candi Penataran terdaftar dalam laporan

Dinas Purbakala tahun 1914 - 1915 nomor 2045 dan catatan Verbeek nomor 563. Bangunan kekunaan terdiri atas beberapa gugusan sehingga lebih tepat kalau disebut komplek percandian. Lokasi bangunan terletak di lereng barat daya Gunung Kelud pada ketinggian 450 meter di atas permukaan air laut, di suatu desa yang juga bernama Panataran, kecamatan Nglegok, Blitar. Untuk sampai di lokasi percandian dapat di tempuh dari pusat kota Blitar ke arah utara yaitu kejurusan Makam Proklamator Bung Karno. Jarak dari kota sampai lokasi diperkirakan 12 km, jalan mulus beraspal dan dapat ditempuh dengan berbagai jenis kendaraan. Apabila di tempuh dari kota Blitar, setelah perjalanan mencapai 10 km, sampailah kita di pasar Nglegok, kemudian di teruskan sampai pasar desa Panataran. Disini jalan bercabang dua, yaitu belok ke kanan menuju desa Modangan sedangkan yang belok kekiri menuju yakni jalan menuju ke barat adalah langsung menuju ke percandian. Bagi pengunjung yang datang dari malang tidak perlu masuk sampai kota, sebab dapat ditempuh dari pertigaan desa Garum belok kanan sejauh ± 5 km sudah sampai lokasi. Hanya fasilitas jalannya tidak terlalu lebar. Waktu saya kesana, pengunjungnya cukup banyak..yang katanya sih bisa sampai 20000-25000 orang setiap bulannya.. Candi Penataran di temukan pada tahun 1815 tetapi sampai tahun 1850 belum banyak di kenal. Penemunya adalah Sir Thomas Stamfort Raffles (1781 - 1826), letnan gubernur jendral kolonial Inggris yang berkuasa di negara kita pada waktu itu. Raffles bersama dengan Dr. Horsfield seorang ahli Ilmu Alam mengadakan kunjungan ke Candi Penataran, hasil kunjungannya di bukukan dalam bukunya yang cukup terkenal “History of Java” yang terbit dalam dua jilid.
Dalam garis besarnya susunan umum komplek percandian Penataran dapat diuraikan sebagai di bawah ini.Menurut catatan bangunan kekunaan menempati areal tanah seluas 12.946 m2 berjajar dari barat laut ke timur kemudian berlanjut ke bagian tenggara. Seluruh halaman komplek percandian kecuali halaman yang berada di bagian tenggara di bagi-bagi (disekat) oleh dua jalur dinding yang melintang dari arah utara ke selatan sehingga membagi halaman komplek percandian menjadi tiga bagian yang untuk mudahnya yang berturut-turut akan di sebut sebagai: halaman A untuk halaman I, halaman B untuk halaman II, dan halaman C untuk halaman III. Pembagian halaman komplek percandian menjadi tiga bagian adalah berakar pada kepercayaan lama nenek moyang kita. Sebagian dapat diamati oleh peta situasi, halaman B masih di bagi lagi oleh dinding yang membujur arah timur - barat sehingga membagi halaman B menjadi dua bagian.
Apakah halaman B ini dahulu tertutup oleh tembok keliling belum di ketahui dengan pasti sebab kini yang tinggal hanya pondasi - pondasinya saja. Begitu juga tembok keliling komplek percandian sudah sejak lama runtuh, yang nampak sekarang adalah bagian pagar tanaman hidup yang berfungsi sebagai batas pagar keliling kekunaan. Tembok keliling dan dinding penyekat terbuat dari bahan bata merah, sehingga karena perjalanan waktu yang cukup lama menyebabkan keruntuhannya.Susunan komplek percandian Penataran memang menarik karena letak bangunan yang satu dengan yang lain berhadap-hadapan terus ke belakang yang sepintas kelihatannya agak membingungkan. Susunan bangunan mirip dengan susunan bangunan pura yang ada di Bali.
Dalam susunan seperti ini di bagian halaman yang terletak paling belakang adalah yang paling suci karena di sini terdapat bangunan pusatnya atau bangunan induknya. Juga di Bali tempat bagi dewa - dewa berada di bagian candi yang paling belakang yakni bagian yang paling dekat dengan gunung. Di Jawa Timur perwujudan dalam bentuk bangunan berupa bangunan candi yang berteras-teras dengan susunan makin ke atas makin kecil yang di sebut punden berundak. Pintu masuk ke halaman komplek percandian yang sementara ini juga berfungsi sebagai pintu keluar terletak di bagian barat.
Dengan menuruni tangga masuk yang berupa undak-undakan sampailah kita di ruang tunggu tempat pengunjung mendaftarkan diri sebelum masuk halaman komplek percandian. disini terdapat dua buah arca penjaga pintu (Dwaraphala) yang di kalangan masyarakat Blitar di kenal dengan sebutan “Mbah Bodo” yang menarik dari kedua arca penjaga ini bukan karena ukurannya yang besar dan wajahnya yang menakutkan (daemonis) tetapi pahatan angka tahun tertulis dalam huruf Jawa Kuno: tahun 1242 Saka atau kalau di jadikan mesehi (ditambah 78 Tahun) menjadi 1320 Masehi.Berdasarkan pahatan angka tahun yang terdapat pada kedua lapik arca penjaga tersebut para sarjana berpendapat bahwa bangunan suci Pala (nama lain untuk candi penataran) di resmikan menjadi kuil negara (state temple) baru pada jaman Raja Jayanegaradari Majapahit yang memerintah pada tahun 1309 - 1328 AD. Di sebelah timur kedua arca penjaga di tempat yang tanahnya agak tinggi terdapat sisa-sisa pintu gerbang dari bahan bata merah. Pintu gerbang tersebut masih di sebut-sebut Jonathan Rigg dalam kunjungannya ke candi Penataran pada tahun 1848.
Dengan melalui bekas pintu gerbang ini sampailah kita ke bagian terdepan halaman A. Disini masih dapat disaksikan sekitar 6 buah bekas bangunan yang hanya tinggal pondasinya saja itu terbuat dari bahan batu bata merah. Melihat banyaknya umpak - umpak batu yang tersisa di sini dapat diduga bahwa dahulu terdapat bangunan - bangunan yang menggunakan tiang kayu seperti yang dapat kita jumpai di Bali. Berapa banyak bangunan yang menggunakan tiang - tiang kayu belum dapat diketahui dengan pasti.
Bangunan -bangunan penting yang terletak di halaman A adalah sebuah bangunan yang berbentuk persegi panjang yang disebut dengan nama “Bale Agung”, kemudian bangunan bekas tempat pendeta yang hanya tinggal tatanan umpak-umpak saja, sebuah bangunan berbentuk persegi empat dalam ukuran yang lebih kecil dari bangunan bale agung yang di sebut dengan nama “pendopo teras” atau “batur pendopo” dan bangunan yang berupa candi kecil berangka tahun yang di sebut candi Angka tahun. Bangunan - bangunan tersebut seluruhnya terbuat dari batu andesit.Menurut halaman B juga melewati sisa-sisa bekas pintu gerbang yang bagian depannya di jaga oleh dua buah arca dwarapala dalam ukuran yang lebih kecil. Kedua arca dwarapala ini pada lapik arca nya juga terpahat angka tahun, tertulis tahun 1214 Saka atau 1319 Masehi. Peristiwa apa yang dikaitkan dengan angkat tahun ini belum diketahui. Di Halaman B masih dapat di saksikan sekitar 7 buah bekas bangunan, ada bangunan yang terbuat dari bahan bata merah dan ada juga bangunan yang terbuat dari bahan batu andesit. Dari ketujuh buah bekas bangunan tersebut enam buah diantaranya sudah tidak dapat dikenali lagi bentuknya. Satu satunya bangunan yang cukup di kenal adalah Candi Naga, di sebut demikian karena sekeliling tubuh bangunan tersebut di lilit ular Naga. Bangunan Candi Naga seluruhnya terbuat dari batu andesit.Halaman terakhir adalah halaman C, di situ juga terdapat bekas pintu gerbang yang bagian depannya di jaga oleh dua buah arca dwarapala. Ada sekitar 9 buah bekas bangunan, dua buah yang sudah dapat dikenali adalah bangunan candi induk, tujuh bangunan yang lain sementara ini belum terungkapkan.
Disebelah selatan bangunan candi masih berdiri tegak sebuah batu prasasti atau batu bertulis. Melihat besarnya ukuran batu prasasti ini para ahli menduga batu tersebut masih berada di tempat aslinya. Prasasti menggunakan huruf jawa kuno bertahun 1119 Saka atau 1197 Masehi di keluarkan oleh Raja Srengga dari kerajaan Kediri. Karena isinya antara lain menyebutkan tentang peresmian sebuah perdikan untuk kepentingan Sira Paduka Batara Palah maka para sarjana berpendapat bahwa yang dimaksud Palah tentunya tidak lain adalah Penataran. Andaikata dapat dibenarkan bahwa Palah adalah Candi Penataran sekarang maka usia pembangunan komplek percandian Penataran memakan waktu sekurang-kurangnya 250 tahun. di bangun dari 1197 Masehi pada jaman kerajaan Kediri sampai tahun 1454 pada jaman kerajaan Majapahit. Hampir semua bangunan yang dapat kita saksikan sekarang berasal dari masa pemerintahan raja-raja Majapahit. Barangkali bangunan-bangunan yang lebih tua (dari jaman Kediri) telah lama runtuh.
Masih ada dua bangunan lain yang letaknya di luar komplek percandian tentunya masih ada hubungannya dengan komplek percandian Penataran secara keseluruhan. Bangunan tersebut berupa sebuah kolam berangka tahun 1337 Saka atau 1415 Masehi yang terletak di sebelah tenggara dan sebuah kolam lagi (Petirtaan) dalam ukuran yang agak besar terletak kira-kira 200 m ke arah timur laut komplek percandian.
12.00 am on the top of Pendapa Teras
Pendopo Teras juga di sebut Batur Pendopo, lokasi bangunan berada di sebelah tenggara bangunan Bale Agung. Berbeda dengan bangunan Bale Agung yang polos bangunan pendopo teras ini dinding nya dikelilingi oleh relief-relief cerita. Pada dinding sisi barat terdapat dua buah tangga naik yang berupa undak-undakan, tangga ini tidak berlanjut di dinding bagian utara. Pada masing-masing sudut tangga masuk di sebelah kiri dan kanan pipi tangga terdapat arca raksasa kecil bersayap dengan lutut di tekuk pada satu kakinya dan salah satu tangannya memegang Gada Pipi tangga yang pada bagian yang berbentuk ukel besar berhias umpal yang indah. Bangunan pendopo teras berangka tahun 1297 Saka atau 1375 Masehi. Letak pahatan angka tahun ini agak sulit mencarinya karena berbaur dengan hiasan yang berupa sulur daun-daunan, lokasi berada di pelipit bagian atas dinding sisi timur, seperti pada bangunan bale agung, sekeliling tubuh bangunan pendopo teras juga dililiti ular yang ekornya saling berbelitan, kepalanya tersembul diatas di antara pilar-pilar bangunan. Kepala ular sedikit mendongak ke atas, memakai kalung dan berjambul.Bangunan tersebut seluruhnya dari batu, berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran panjang 29,05 meter, lebar 9,22 meter dan tinggi 1,5 meter. Diduga bangunan pendopo teras ini berfungsi sebagain tempat untuk menaruh sesaji dalam rangka upacara keagamaan.
Candi Angka, Disebut demikian karena di atas ambang pintu masuk bangunan terdapat angka tahun: 1291 Saka (=1369 Masehi). Lokasi bangunan berada di sebelah timur bangunan pendopo teras dalam jarak sekitar 20 meteran. Di kalangan masyarakat lebih di kenal dengan nama Candi Browijoyo karena model bangunan ini dipergunakan sebagai lambang kodam V Brawijaya. Kadang-kadang ada yang menyebut Candi Ganesa karena di dalam bilik candinya terdapat sebuah arca ganesa. Pintu masuk candi terletak di bagian barat, pipi tangganya berakhir pada bentuk ukel besar (voluta) dengan hiasan tumpal yang berupa bunga-bungaan dalam susunan segitiga sama kaki. Candi Angka Tahun seperti umumnya bangunan-bangunan candi lain terdiri dari bagian - bagian yang disebut: Kaki candi yaitu bagian candi yang bawah, kemudian tubuh candi dimana terdapat bilik atau kamar candi (gerbagerha) dan kemudian mahkota bangunan yang berbentuk kubus. Pada bagian mahkota nampak hiasan yang meriah. Pada masing-masing dinding tubuh candi terdapat relung-relung atau ceruk yang berupa pintu semu yang dibagian atasnya terdapat kepala makhluk yang bentuknya menakutkan. Kepala makhluk seperti ini disebut kepala kalayang di Jawa Timur sering disebut banaspati yang berarti raja hutan yang bisa berupa singa atau harimau. Penempatan kepala kala diatas relung candi dimaksudkan untuk menakut-nakuti roh jahat agar tidak berani masuk ke komplek percandian. Bangunan candi Angka Tahun cukup terkenal seakan-akan bangunan inilah yang mewakili komplek percandian Panataran. Di bagian atas bilik candi pada batu penutup sungkup terdapat relief “Surya Majapahit” yakni lingkaran yang dikelilingi oleh pancaran sinar yang berupa garis-garis lurus dalam susunan beberapa buah segitiga sama kaki. Relief Surya Majapahit juga ditemukan di beberapa candi yang lain di Jawa Timur ini dalam variasi yang sedikit berbeda.

Demikianlah sedikit oleh2 cerita saya dari Blitar..

Tidak ada komentar: