Sabtu, 13 Maret 2010

Agama adalah sebuah Pengalaman Bukanlah Akhir dari Perjalanan



Seorang pemuda haruslah selalu memperkaya hidupnya dengan pengalaman. Pengalaman seperti apapun yang kita lakoni pastilah menimbulkan kisah, perkayalah diri kita dengan berbagai macam pengalaman, bukalah dirimu untuk segala sesuatu, sesuatu yang berguna yang pada akhirnya tugas kitalah yang berfungsi menelaah pengalaman-pengalaman tersebut.
Ya memang, kita harus terbuka terhadap setiap pengalaman, tapi biasakan setelah melakoninya, renungkanlah, apakah pengalaman tersebut menumbuhkan jiwa saya, mengembangkan jiwa saya? sehingga jiwa saya lebih matang, lebih dewasa, lebih cerdas dari sebelumnya...? jika kebanyakan tidak berarti itu pengalaman yang tetap bermanfaat tapi tidak berfaedah. Bermanfaat karena kita dapat mempergunkan anugrah yang paling indah dari Tuhan yaitu kebebasan untuk memilih, kita berhak memilih segala sesuatunya, apa yang kita anggap baik, belum tentu dianggap baik pula oleh orang lain, jadi pilihan kita tidaklah selalu objektif tapi subjektif, tapi ok...fine itulah pilihanku berdasarkan 'pengalamanku' bukan pengalamanmu, bukan pengalaman orang lain , jadi peduli setan dengan pendapat orang lain. selama kita selalu terbuka terhadap segala sesuatu, tapi tidak terseret didalamnya, kita berhak menilai pendapat kita sendiri, pengalaman kita sendiri. Definisi kita terhadap suatu pengalaman, sangat tergantung dari apa yang kita baca, apa yang kita lihat, apa yang kita rasakan.
Setiap pengalaman adalah baik, itu hanya menguatkan kemampuan kita untuk memilih, mana yang akhirnya berfaedah bagi pengembangan diri kita, mana yang baik dan mana yang tidak baik, dua2 nya kita terima, karena merupakan energi kehidupan, kita tidak boleh memaksakan diri untuk berpikir positif, tapi haruslah bersikap positif, apa yang baik adalah baik, dan kita wajib menjaganya dan mengembangkannya, apa yang buruk adalah memang buruk, sehingga kita bisa belajar dari kesalahan2 yang kita lakukan. Keduanya sangat bermanfaat tapi faedahnya kitalah sendiri yang menentukan.
Agama juga menurut saya adalah sebuah pengalaman, apakah pengalaman saya beragama sudah melembutkan jiwa saya, apakah pengalaman sy beragama sudah already bigger my point of view, apakah pengalaman saya beragama sudah mengeluarkan saya dari kotak-kotak sempit pemahaman saya akan antar agama yang memisahkan umat manusia? jangan berhenti di titik agama, berjalanlah terus, hingga mencapai inti dari agama itu sendiri, janganalah berdiri di tepi pantai sambil terus mengagung-agungkan lautan yang luas itu, selamilah ia, berenanglah kamu di laut luas itu.
Selama ini kita selalu berdiri di tepi pantai dan terus mengagungkan laut yang luas tersebut, kenapa kita tidak menceburkan diri saja kedalamnya, bersatu dengannya? itu karena kita masih takut, kita masih takut oleh sesuatu yang tidak dikenal pikiran, sesuatu yang abstrak, kita terikat oleh dunia ini, dunia ini mengikat kita sebegitu kuatnya, sehingga kita tidak kuasa untuk melepaskan diri.
Agama zaman isi sudah seperti sepatu, kebanyakan orang yang sudah terindoktrinasi kemana-mana membawa sepatu di kepalanya, mungkin mereka tidak sadar bahwa sepatu itu (baca 'agama') adalah sekedar alat, yang mengantarkan kita ke tujuan, yang menghindarkan kita dari kerikil-kerikil tajam kehidupan. So, ngapain kemana-mana memakai sepatu di kepala?, .
Caranya adalah bersikaplah selalu memberi tanpa pandang bulu, berikanlah semua, seperti matahari seperti udara seperti bumi seperti tumbuhan, ikhlas selalu bekerja untuk sesama tanpa mengkotak-kotakkan, warna, agama apapun itu yang membedakan, alam memberi yang 'satu' itu yaitu keberadaan, kita semua, alam tata surya dan segala isinya. Maha hidup maha pengasih. Oh Tuhanku....u are everything,

Manusia bisa hidup tanpa agama dan meditasi Tapi tidak bisa hidup tanpa saling mengasihi antar sesama manusia
(Tenzin Gyatso, The 14th. Dalai Lama)

Tidak ada komentar: